Selasa, 13 Desember 2011

Keutamaan Al-Qur'an

Keutamaan mempelajari, mengajarkan dan membaca Al-Qur’an :  Pahala mengajarkannya : “ Sebaik-baik kalian adalah siapa yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Al-Bukhari)  Pahala membacanya : “ siapa saja yang membaca satu huruf dari kitab ALLAH (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” (HR. At-Tirmidzi)  Keutamaan mempelajari al_Qur’an, menghafalnya dan pandai membacanya : “ Perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia hafal dengannya bersama para malaikat yang suci dan mulia, sedang perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia senantiasa melakukannya meskipun hal itu sulit baginya maka baginya dua pahala.” (HR. Muttafaq ‘alaih) “ Dikatakan kepada ahli al-Qur’an, ‘Bacalah, naiklah dan bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membaca di dunia, karena keduduakannya terletak pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. At-Tirmidzi)  Pahala bagi orang yang anaknya mempelajari al-Qur’an : “ siapa saja membaca al-Qur’an, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat mahkota dari cahaya yang sinarnya bagaikan sinar matahari, dan dikenakan kepada kedua orang tuanya dua perhiasan yang nilainya tidak tertandingi oleh dunia. Keduanya pun bertanya-tanya: “bagaimana dipakaikan kepada kami semua itu?”, dijawab: “karena anakmu telah membawa al-Qur’an.” (HR. Al-Hakim)  Al-Qur’an memberi syafa’at kepada pembacanya di akhirat : “ Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada para pembacanya.” (HR. Muslim) “ Puasa dan al-Qur’an keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat….” (HR. Ahmad dan al-Hakim)  Pahala bagi orang yang berkumpul untuk membaca dan mengkajinya : “ tidak berkumpul suatu kaum di salah satu rumah ALLAH Ta’ala, sedang mereka membaca kitab-Nya dan mengkajinya, melainkan mereka akan dilimpahi ketenangan, dicurahi rahmat, diliputi para malaikat, dan disanjung oleh ALLAH dihadapan para makhluk yang disisi-Nya.” (HR. Abu Dawud ) Baca Selengkapnya...

Sabtu, 10 Desember 2011

Beberapa Amalan Hati

Niat : satu makna dengan keinginan dan maksud. Tidak sah dan tidak diterima suatu amalan tanpa disertai dengan niat. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Sesungguhnya tiap-tiap amalan itu tergantung pada niatnya dan seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafac ‘Alaihi) Berkata Ibnul Mubarak : “Bisa jadi amalan kecil menjadi besar dengan sebab niat, dan sebaliknya bias jadi amalan besar menjadi kecil dengan sebab niat.” Berkata al-Fudhail : “ ALLAH hanya menginginkan darimu niat dan keinginanmu. Jika suatau amalan dilakukan karean ALLAH, maka dinamakan ikhlas, artinya amalan tersebut tidak ada bagian untuk selain ALLAH. Tapi jika amalan tersebut untuk selain ALLAH maka dinamakan riya’, nifak atau yang lainnya.” Catatan : seluruh manusia akan binasa kecuali orang-orang yang mengetahui. Mereka juga akan binasa kecuali orang-orang yang beramal. Tapi mereka juga akan binasa kecuali orang-orang yang ikhlas. Maka tugas/langkah pertama bagi seorang hamba yang ingin taat pada ALLAH, hendaklah mempelajari niat lalu memperbaikinya dengan amal setelah memahami hakekat kejujuran dan keikhlasan. Amal tanpa niat hanya menyebabkan keletihan. Niat tanpa ikhlas berarti riya’. Ikhlas tanpa iman ibarat debu. Taubah : wajib untuk selalu dilakukan. Terjatuh dalam lumpur dosa adalah hal yang wajar pada diri manusia. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Setiap anak Adam adalah bersalah, dan sebaik-baik yang bersalah adalah yangb sukia bertaubat.” (HR. Tirmidzi) Beliau juga bersabda : “ Seandainya kalian tidak berbuat dosa, tentulah ALLAH akan mengganti kalian dengan satu kaum yang berbuat dosa lalu mereka memohon ampun, kemudian ALLAH mengampuni dosa mereka.” (HR. Muslim) Mengakhirkan taubat dan terus menerus berada dalam dosa adlaah keliru. Ash-Sidq : (benar/jujur) adalah pokok dari seluruh amalan hati. Lafadz Ash-Shidq digunakan dalam enam makna : 1. Benar dalam ucapan 2. Benar dalam keinginan dan maksud (ikhlas) 3. Benar dalam tekad 4. Benar dalam janji 5. Benar dalm amalan sehingga lahiriyahnya bersesuaian dengan batinnya, seperti khusyu’ dalam shalat 6. Benar dalam seluruh perkara agama. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ hendaklah bersikap benar/ jujur, karena kebenaran itu akan mengantarkan pada kebaikan dan kebaikan itu akan menyampaikan ke surga. Seseorang itu selalu berlaku benar dan berusaha mencarinya hingga ia ditulis di sisi ALLAH sebagai orang yang suka berlaku benar.” (Muttafaq ‘Alaihi) Al-Muhabbah : Dengan cinta pada ALLAH, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, kelezatan iman akan didapatkan. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Ada tiga perkara, siapa yang terkumpul pada dirinya maka ia akan merasakan kelezatan iman. Yaitu bila ALLAH dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, agar seseorang tidak dicintai kecuali karena ALLAH dan agar ia benci untuk kembali pada kekufuran setelah ALLAH menyelamatkannyadarinya sebagaimana bencinya jika dilemparkan ke dalam neraka.” (Muttafaq ‘Alaihi) Jika pohon keimanan telah tertanam dalam hati kemudian disirami dengan air keikhlasan dan mencontoh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, maka hal itu akan membuahkan berbagai macam buah pada setiap musim dengan seizing Rabbnya. Tawakal : Yaitu sikap hati yang berserah dan bergantung pada ALLAH untuk mendapatkan segala yang diinginkan serta menolak apa yang tidak diinginkan disertai dengan sikap bergantuing kepada ALLAH dan melakukan sebab-sebab yang disyareatkan. Jenis tawakal ada tiga, yaitu : 1. Wajib : yaitu tawakan pada ALLAH dalam hal yagn tidak mampu kecuali ALLAH. Seperti kesembuhan orang yang sakit. 2. Haram : Ada dua (a) Syirik Besar, yaitu bergantung penuh pada sebab/usaha. Dengan anggapan usaha itulah yang mendatangkan kemanfaatan dan menolak kemudharatan. (b) Syirik kecil, seperti bergantung pada seseorang dalam masalah rezki, tanpa ada keyakinan bahwa ia dapat memberikan pengaruh, akan tetapi bergantung padanya melebihi keyakinan bahwa ia hanya sekedar sebab. 3. Diperbolehkan : yaitu jika ia mewakilkan pada seseorang lalu ia bergantung padanya dalam perkara yang ika mampu seperti jual-beli. Akan tetapi tidak dibenrakna jika ia mengatakan : Aku bertawakal pada ALLAH lalu pada kepadamu, tapi hendaknya ia mengatakan : Aku mewakilkan kepadamu. Syukur : Tampaknya bekas kenikmatan Ilaahi pada seorang hamba dalam hati, diiringi dengan pujian lisan dan ibadah anggota badan. Syukur adalah tujuan sedangkan sabar adalah jalan yang mengantarkan pada (amalan)lainnya. Syukur dilakukan denga hati, lisan dan anggota badan. Makna syukur adalah mempegunakan kenikmatan sebagai sarana ketaatan kepada ALLAH. Sabar : Artinya tdak mengadukan apa yang diderita selain ALLAH dan hanya menyerahkannya pada-Nya. ALLAH berfirman : “ Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS.Az-Zumar : 10) Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ barangsiapa yang berusaha untuk sabar, maka ALLAH akan memberikan kesabaran padanya. Tidaklah seseoragn itu diberi anugrah yang lebih baik dan lebih luas dari kesabaran.” (Muttafiq ‘Alaihi) Umar berkata : “Tidaklah aku mendapatkan cobaan, meliankan padannya empat nikmat ALLAH. Yaitu musibah itu tidak berkaitan dengan agamaku. Cobaan itu tidak lebikh besar. Aku tidak terhalangi untuk ridha dengannya dan aku mengharapkan pahala atasnya.” Ridha : Yaitu merasa cukup dengan sesuatu. Waktunya adalah setelah terjadinya suatu perkara/perbuatan. Ridha dengan qadha/ketentuan ALLAH adalah teramsuk derajat tertinggi orang-orang yang didekatkan (pada ALLAH). Ridha adalahbuah dari rasa cinta dan tawakal. Berdoa pada ALLAH agar terhindarkan dari sesuatu yang tidak disukai dan tidak bertentangan dengan ridha dengan hal itu. Khusyu’ : Yaitu pengagungan, hancur luluhnya hati dan kehinaan. Berkata Hudzaifah : “Berhati-hatilah kalian dari khusyu’ yang nifak.” Lalu beliau ditanya : “apa itu khusyu’ nifak?” lalu beliau menjawab : “engkau dapatkan pada lahirnyaia tampak khusyu’, padahal hatinya tidak demikian.” Beliau juga berpesan : “ Yang pertama kali akan sirna dari urusan agama kalian adalah kekhusyu’an. Segala ibadah yang disyari’atkan padanya khusyu’, maka pahalanya bergantung kekhusyu’annya. Raja’ : Yaitu memandang luasnya rahmat ALLAH. Kebalikannya adalah putus asa. Beramal dengan disertai harapan adalah lebih tinggi derajatnya dibandingkan bila disertai dengan rasa takut (semata), karena raja’ akan membuahkan husnudzan (baik sangka) pada ALLAH. ALLAH berfirman : “ Aku bergantung pada persangkaan hamba-Ku pada-Ku” Khauf : Yaitu kegundahan yang meliputi jiwa karena sesuatu hal yang dibenci. Jika apa yang dibenci itu diyakini (keberadaannya) maka dinamakan Khasyah. Kebalikannya adalah rasa aman. Khauf bukan lawan dari raja’ , bahkan merupakan motifator dengan jalan rahbah (rasa takut dari siksa ALLAH). Adapun raja’ , adalah motifator dengan jalan raghbah (mengharap pahala dari ALLAH) Zuhud : yaitu berpindahnya keinginan dar suatu hal pada apa yang lebih baik darinya. Zuhud di dunia akan memberikan kenyamanan pada hati dan badan. Sebaliknya keinginan pada dunia akan mendatangkan kegundahan dan kesedihan. Cinta pada dunia adalah pokok segala kesalahan. Sebaliknya kebencian padanya adalah sebab segala ketaatan. Zuhud di dunia adalah dengan megeluarkan dunia dari hati dan bukan berarti memisahkan dunia dari diri anda dengan disertai keberuntungan hati padanya. Ini adalah zuhudnya orang-orang jahil. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Sebaik-baik harta yang sholeh adalah jika dimiliki oleh orang yang sholeh.” (HR. Ahmad) Baca Selengkapnya...

Minggu, 04 Desember 2011

Amalan-amalan hati

Allah menciptakan hati dan menjadikannya sebagai raja dan anggota badan sebagai bala tentaranya. Jika raja baik, maka bala tentara juga ikut baik. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging yang jika baik, akan baiklah seluruh tubuh dan sebaliknya jika rusak, akan rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah sepotong daging itu adalah hati.” (Muttafaq ‘Alaihi)
Hati adalah tempat berteduhnya iman dan takwa atau kekufuran, nifak dan kesyirikan. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Takwa berada di sini (beliau mengarahkan ke dadanya sebanyak tiga kali).” (H.R. Muslim)
Iman adalah keyakinan, ucapan dan perbuatan. Keyakinan hati dan ucapan lisan. Serta amalan hati dan anggota badan. Hati mengimani dan mendengarkan. Sehingga terucaplah kalimat syahadat dari lisan yang kemudian diamalkan oleh hati berupa mahabbah (rasa cinta), khauf (rasa takut), raja’ (rasa harap). Lisan tergerak untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an. Anggota badan bersujud dan ruku’ serta beramal sholeh untuk mendekatkan diri pada Allah Subehanahu wa Ta’ala. Badan mengikuti hati sehingga tidak ada sesuatu keinginan kuat dalam hati melainkan akan tercermin dalam amalan lahiriah bagaimanapun bentuknya.
Yang dimaksud dengan amalan hati adalah segala amalan yang tempatnya adalah di dalam hati dan terkait dengannya. Yang paling agung adalah iman pada Allah Subehanahu wa Ta’ala, sikap membenarkan yang membuahkan ketundukan dan ikrar/pengakuan. Selain itu rasa cinta, takut, harap, rasa kembali, tawakkal, sabar, yakin, khusyu’, dll dari seorang hamba pada Allah Subehanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana memiliki tugas/amalan, adapula lawan darinya yaitu penyakit hati. Lawan dari keikhlasan adalah riya’. Keyakinan lawannya adalah keraguan. Rasa cinta adalah lawannya kebancian…dst. Jika kita lalai dari memperbaiki hati, maka dosa-dosa akan bertumpuk sehingga membinasakan hati. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“ Jika seorang hamba melakukan sebuah kesalahan, maka akan dituliskan dalam hatinya satu noda hitam. Apabila ia berlepas diri darinya dengan beristighfar dan bertaubat, maka hati akan dibersihkan kembali. Bila ia melakukan kesalaahn kembali, akan ditambah noda hitam dalam hatinya. Jika ia masih berbuat dosa lagi, maka akan ditambah lagi noda hitamnya, sehingga bertambah tinggi. Itulah ar-raan yang difirmankan ALLAH : “sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu merekan usahakan itu menutup hati mereka.” (Q.S. al-Muthaffifin : 14) (H.R. Tirmidzi)
Beliau juga bersabda :
“ Ujian dan cobaan itu senantiasa ditampakkan dalam hati seperti tikar sepotong demi sepotong. Hati mana saja yang menerimanya akan dituliskan titik hitam dan sebaliknya bila hait menolaknya, akan dituliskan titik putih. Sehingga ada dua macam hati. Hati yang putih seperti batu licin. Sedang hati yang satunya berwarna keruh, seperti sejenis cangkir jubung yang terbalik, tidak mengenal perkara yang makruf dan tidak pula mengingkari perkara yang mungkar. Ia hanya mengikuti hawa nafsunya.” (H.R. Muslim)
Mempelajari lebih dalam tentang ibadah hati adalah lebih wajib dan lebih penting dari mempelajari amalan anggota badan. Karena hati adalah pangkal dan anggota badan adalah cabang, penyempurna dan buahnya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“ Sesungguhnya ALLAH tidak memperhatikan rupa atau harta yang kalian miliki, tetapi ALLAH melihat hati dan amalan kalian.” (H.R. Muslim)
hati adalah tempat bernaungnya ilmu, tadabur, dan tafakur. Oleh karena itulah perbedaan antara manusia di sisi ALLAH adalah bergantung sejauh mana keimanan, keyakinan, dan keikhlasan, dll mengakar di dalam hati. Berkata Hasan Al-Basri :
“Demi ALLAH, Abu Bakar tidak mendahului mereka (dalam keutamaan-pent) dengan shalat atau puasa. Akan tetapi dengan keimanan yang terukir dalam hati beliau.”
Baca Selengkapnya...

Sabtu, 03 Desember 2011

Empat hal yang wajib dipelajari dalam hidup

Wahai saudaraku, muslim dan muslimah! _semoga ﷲ merahmati kita semua_ ketahuilah, bahwa kita hidup di dunia ini wajib mempelajari empat hal, yaitu :  Pertama; ILMU yaitu mengenal ﷲ, mengenal nabi-Nya, dan mengenal Agama Islam; karena tidak boleh beribadah kepada ﷲ tanpa dasar ilmu. Siapa saja melakukan hal demikian, maka akan terjerumus ke dalam kesesatan, dan telah menyerupai orang-orang Nasrani dalam perbuatannya ini.
 Kedua; AMAL : siapa saja berilmu namun tidak mengamalkannya, maka ia telah menyerupai orang-orang Yahudi. Sebab mereka itu berilmu, namun tidak mau mengamalkannya. Di antara tipu muslihat setan, ia memperdaya manusia agar tidak senang terhadap ilmu, dengan anggapan bahwa ia akan dimaafkan di hadapan ﷲ dengan karena kebodohannya! Ia tidak tahu, bahwa siapa yang memiliki kesempatan untuk belajar namun ia tidak melakukannya, maka telah tegak hujjah terhadap dirinya.
 Ketiga; DAKWAH KEPADANYA : karena para ulama dan da’i adalah pewaris para nabi. Dakwah dan ta’lim (pengajaran) merupakan fardhu kifayah, jika ada sejumlah orang yang mengerjakannya, maka yang lain tak berdosa, namun jika semua orang mengabaikannya maka berdosalah mereka.
 Keempat; SABAR ATAS PENDERITAAN YANG BAIK dalam menuntut ilmu, mengamalkan dan mendakwahkannya,
Baca Selengkapnya...